Muna, Sultramedia – Kepala Desa (Kades) Kolese dan Lanobake berbagi kisah inspiratif pengelolaan wilayah pesisir. Pengalaman dan tantangan yang dihadapi kedua Kades ini diceritakan secara langsung, saat hadir sebagai narasumber dalam talk show yang difasilitasi oleh Rare Indonesia, disalah satu hotel di Kota Raha, kamis (12/9/2024).
Kades Kolese, Sidik menyebut selama ini upaya yang dilakukan penuh dengan resiko dan kendala. Meski demikian dirinya tak kenal lelah dan terus berjuang demi terjaganya ekosistem laut dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Area lingkungan laut dan sumber dayanya telah mengalami degradasi dari masa ke masa. Kerusakan lingkungan, terumbu karang yang hancur dan maraknya penangkapan ikan dengan cara tak lazim marak terjadi. Kondisi ini membuat dirinya, mau tak mau harus berjibaku dan terus berjuang mengembalikan ekosistem laut menjadi lebih produktif.
Upaya pelestarian dan penjagaan area laut di wilayahnya terus digalakkan termaksud menggandeng aparat penegak hukum guna menindak pelaku-pelaku penangkap ikan dengan cara tak lazim.
“Maraknya penangkapan ikan dengan cara menggunakan bom sangat merusak terumbu karang dan rumah-rumah ikan. Akibatnya nelayan semakin susah dan jauh mencari ikan,” ujarnya.
Meski penuh hambatan dan tantangan, kata Sidik dengan masuknya Rare Indonesia melalui program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP) Pasikolaga semakin memperkuat komitmen dan kerjasama terutama dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk.
12 desa di dua kecamatan termaksud didalamnya sehingga pentingnya memperkuat kelompok demi keberlangsungan ekosistem laut dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Para pelaku-pelaku bom ikan yang berasal dari Buton Tengah meski berkali-kali ditangkap tak menimbulkan efek jera.
Sehingga selain melakukan pengusiran secara berkala, pihaknya juga melakukan sterilisasi area kawasan larang ambil (KLA).
KLA menjadi rumah ikan dan tersebar di lima kawasan. Kawasan yg ditetapkan berdasarkan survei. Melahirkan kesepakatan kelompok untuk memastikan titik-titik yang masih bagus karang dan melimpah ikan.
Gabus-gabus putih di laut sebagai tanda sarang-sarang ikan yang butuh perhatian dan harus dijaga. Sadar atau tidak sebagai Pemdes tidak bisa menutup mata, laut ada milik kita semua, laut bagi nelayan adalah ATM yang tidak bisa terhitung nilainya.
“Kalau kita tidak jaga bagaimana bisa ditahun-tahun kemudian. Ini sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat pesisir, dukungan penuh dari semua pihak sangat dibutuhkan,” terangnya.
Lain lagi, Kades Lanobake, Agustan Kaeda, ia menekankan dasar memperjuangkan lingkungan laut dan masyarakat nelayan sebagai sebuah penggambaran diri. Laut sebagai sumber kehidupan dan masyarakat nelayan sebagai warga dan masyarakat yang harus diedukasi dan ditingkatkan pendapatannya.
Tujuan para nelayan hanya satu, mendapatkan hasil yang lebih baik. Kehidupan ekonomi mereka menjadi tanggung jawab pemerintah desa.
“Berangkat dari pemikiran itu maka saya mencoba menemani teman-teman nelayan, karena 2019 masuk PAAP. Kekhawatiran sebagai pemdes, banyaknya nelayan dari luar yang menangkap ikan yang tidak sesuai aturan terutama menggunakan bom. Masyarakat lokal resah jadi saya temani jangan sampe ribut,” ungkapnya.
Sehingga ia berharap, sesama Kades dapat bersama-sama berjuang menyelesaikan persoalan laut. Sekaligus bersama-sama memberikan edukasi terhadap masyarakat sekaligus menangkal maraknya penggunaan bom ikan yang secara nyata menghancurkan ekosistem.
“Kedepan dengan melihat kondisi hari ini kita bisa memastikan, mari kita jaga dan lestarikan terumbu karang kalau perlu bagaimana kita melakukan langkah-langkah lebih cepat menormalkan kembali karang tumbuh kembangnya ikan. Sehingga hari ini dan kedepan akan mendapatkan ekonomi yang lebih baik,” kata Agustan.
Atas dedikasi dan kepedulian terhadap wilayah pesisir kedua kadesnya ini mendapatkan penghargaan dari Rare Indonesia.